JAKARTA, KOMPAS.com - Sebagai organisasi massa Islam, Nahdlatul Ulama (NU) menjunjung tinggi sikap damai, toleran, dan moderat terhadap mereka yang memiliki keyakinan yang berbeda di Indonesia.
"Banyak yang bertanya apakah NU menjaga kepentingan eksklusif Islam atau gerakan Islam yang ramah pada siapa saja? Kami berada di jalan tengah di dalam melakukan segala hal kami selalu berprinsip rahmatan lil alamin. NU itu damai, toleran, dan moderat," ujar Wakil Sekjen NU, Imdadun Rahmat, Minggu (24/10/2010), di Jakarta. Imdadun menyoroti posisi NU di tengah maraknya kelompok massa yang melakukan kekerasan atas nama agama.
Terkait aksi kekerasan atas nama agama, Imdadun mengungkapkan, dalam Islam perang adalah kewajiban defensif. "Di dalam situasi perang pun tidak ada larangan bagi umat Islam untuk bekerja sama dengan yang tidak memerangi," ujarnya.
Ia menjelaskan, dalam sebuah hadits disebutkan, siapapun yang melukai non muslim yang tidak memerangi Islam, maka akan menyakiti Rasul dan akan diperhitungkan di akhirat. "Hadits saja sudah bicara seperti ini. Yang ada sekarang ini banyak ayat Al-quran yang ditafsirkan macam-macam," ungkapnya.
Ia mencontohkan paham-paham keliru yang diyakini para kelompok garis keras Islam. "Pertama, paham yang memperbolehkan siapapun baik umat Islam maupun non Islam yang tidak menerapkan hukum syariat Islam maka dianggap haram dan boleh diperangi bahkan dibunuh semena-mena. Inilah kelompok jahiliyah yang tidak akan selamat," ujar Imdadun.
"Pandangan kedua, paham yang menyatakan bahwa negara yang berpandangan seperti tadi itu (tidak menerapkan syariat Islam) harus dihancurkan. Jadi ini semacam jihad global. Kalau ada warga Nahdiyin yang berpikiran seperti ini, dia sudah keluar dari cita-cita NU," ucapnya.
Selama ini warga Nahdiyin, ungkap Imdadun, selalu berpegang pada lima prinsip NU yakni Pancasila sebagai dasar negara, NKRI sebagai rumah bangsa, UUD 1945 sebagai cetak biru bangsa, rasa toleransi dan kebhinekaan, serta menolak kekerasan.